Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jenis - Jenis Bencana Alam

Jenis - Jenis Bencana Alam

Bencana alam di Indonesia merupakan fenomena yang tidak asing lagi. Wilayah Indonesia sangat unik karena dilalui tiga lempeng besar dunia, curah hujan yang tinggi, berada pada cincin api pasifik, dan dikelilingi oleh lautan. 

Kondisi tersebut menjadi penyebab Indonesia memiliki kerawanan bencana alam yang tinggi. Bencana alam adalah fenomena yang disebabkan oleh suatu aktivitas alam. Bencana alam meliputi tanah longsor, tsunami, kekeringan, gempa bumi, kebakaran hutan, gunung meletus, banjir, dan puting beliung. Berikut akan diuraikan karakteristik dari masing-masing bencana tersebut: 

a. Gempa Bumi 

Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia merupakan tiga lempeng besar yang terletak di negara kita. Zona lempeng Pasifik dicirikan dengan adanya palung yang dalam. Lempeng ini berada di Halmahera dan bagian utara Papua. 

Selanjutnya zona lempeng Indo-Australia dan Eurasia berada di lepas pantai selatan Nusa Tenggara, selatan Jawa, dan barat Sumatra. Kondisi tersebut mengakibatkan negara kita rentan terhadap gempa bumi dan tsunami. 

Fenomena bergetarnya bumi akibat sesar (patahan), tumbukan lempeng, aktivitas vulkanik, jatuhnya benda langit, atau runtuhan disebut gempa bumi. Fenomena tersebut memiliki sifat merusak, periode waktu yang singkat, dan terjadi kapan saja. 

Gempa bumi dapat merusak rumah dan fasilitas umum seperti jembatan, jalan, rumah sakit, sekolah, dan lain sebagainya (BNPB, 2017). Terjadinya gempa bumi tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dicegah, namun dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi.

Beberapa gempa bumi yang terjadi di Indonesia antara lain gempa bumi pada tanggal 5 Agustus 2018 (Magma Indonesia, 2018), dengan magnitudo 7,0 dan kedalaman 15 km. Gempa bumi ini menimbulkan kerusakan berat di Lombok. 

Selain itu, pernah terjadi gempa bumi berkekuatan 7,4 SR di kota Palu pada 28 September 2018. Gempa bumi ini diikuti likuifaksi dan tsunami dengan ketinggian sekitar 6 meter. Lebih dari 2.000 jenazah telah ditemukan. 

Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi di Aceh yang pusat gempanya berada 250 km di tenggara Banda Aceh. Dampak gempa ini sangat dahsyat karena diikuti dengan tsunami yang mengakibatkan korban jiwa sebanyak 227.900 orang. 

b. Tsunami 

Wilayah-wilayah di negara kita yang dikelilingi laut dan berada pada perbatasan lempeng berpotensi mengakibatkan tsunami. Seperti beberapa waktu lalu, Palu dan Aceh dilanda bencana tsunami. Keduanya dipicu oleh gempa bumi di dasar laut dan mengakibatkan kerusakan yang besar. 

Gelombang dari tengah laut yang menghantam wilayah pesisir dengan kecepatan lebih dari 900 km/jam disebut tsunami. Bencana ini diakibatkan oleh beberapa hal seperti letusan gunung api di laut, runtuhan di dasar laut, atau gempa bumi akibat pergerakan lempeng di dasar laut. 

Ketika gelombang laut tiba di muara sungai, pantai yang dangkal, atau teluk, maka kecepatannya akan menurun. Sedangkan kekuatan merusak dan ketinggiannya meningkat hingga puluhan meter (BNPB, 2017). 

Beberapa tsunami yang terjadi di Indonesia meliputi: tsunami dengan ketinggian sekitar 6 meter di Palu pada 28 September 2018. Tsunami dipicu oleh gempa bumi dengan kekuatan 7,4 SR. Lebih dari 2.000 jenazah telah ditemukan (BBC News Indonesia, 2018). 

Pada tanggal 3 Juni 1994, pernah terjadi tsunami setinggi 7 m di Banyuwangi. Tsunami dipicu oleh gempa bermagnitudo 5,9 dan kedalaman 33 km. Korban tewas lebih dari 264 orang dan 213 rumah rata dengan tanah (Kompas, 2018). 

c. Gunung Meletus 

Negara kita yang terletak pada cincin api pasifik mengakibatkan sering terjadi bencana gunung meletus. Fenomena tersebut sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kita bandingkan korban jiwa pada letusan tahun 1930 dan 2010 (Khusniani, 2021). 

Pada tahun 1930, korban jiwa terbesar sebanyak 1.367 penduduk Desa Pagerjurang, Magelang. Pada tahun 2010, terjadi lagi dan mengakibatkan 341 orang tewas, 368 orang harus rawat inap, dan 61.154 orang mengungsi. 

Bencana gunung meletus ini juga berdampak pada kerusakan lingkungan dan harta benda. Aktivitas tektonik merupakan fenomena yang berkaitan dengan aktivitas gunung berapi. 

Aktivitas tersebut mengakibatkan adanya deretan gunung api (volcanic arc) yang membentang dari barat hingga timur mulai dari sepanjang pulau Sumatra, Jawa-Bali-Nusa Tenggara, utara Sulawesi-Maluku, hingga Papua. 

Kondisi tersebut menyebabkan negara kita rentan terdampak bencana gempa bumi dan erupsi gunung api. Fenomena proses keluarnya magma dari dalam bumi berupa material cair dan padat ke permukaan bumi disebut bencana letusan gunung berapi. 

Material-material tersebut meliputi lahar, bom, awan panas, debu vulkanik, dan lapili. Fenomena ini ditandai adanya getaran gempa kecil, perubahan suhu yang meningkat, layunya tumbuhan di lereng gunung, bermigrasinya binatang, keringnya mata air, dan suara gemuruh yang sering terdengar (Sinartejo, 2019) 

d. Tanah Longsor 

Periode tanah longsor di negara kita seolah-olah menjadi jadwal yang sudah ditetapkan. Peristiwa longsor berlangsung sangat cepat dan dapat terjadi kapan saja. Memasuki musim penghujan, masyarakat yang tinggal di daerah lereng sering kali mengalami ketakutan. 

Ketakutan meningkat ketika terjadi hujan deras yang berlangsung lama. Kondisi ini akan mengakibatkan pengikisan tanah yang cepat sehingga terjadi bencana longsor. 

Kombinasi dari berbagai kondisi seperti lereng terjal, curah hujan tinggi, pengikisan tanah yang tinggi, getaran, tutupan vegetasi yang berkurang, dan tanah yang kurang padat dan tebal memicu terjadinya tanah longsor. 

Bencana ini terjadi sangat cepat sehingga proses evakuasi mandiri memiliki keterbatasan waktu. Segala sesuatu yang ada di zona longsoran akan tertimbun material longsor (BNPB, 2017). Beberapa kejadian tanah longsor yang terjadi di Indonesia yaitu: 

  1. tanah longsor di Cihanjuang, Sumedang pada 9 Januari 2021 yang disebabkan hujan deras; 
  2. tanah longsor di Cisolok, Sukabumi pada 1 Januari 2019, daerah ini dikenal dengan daerah rawan bencana dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir; dan 
  3. tanah longsor di Madiun pada 2 April 2021 akibat hujan deras di seluruh wilayah Kabupaten Madiun dan lereng Gunung Wilis selama tujuh jam.

e. Banjir 

Setiap musim penghujan, banjir selalu terjadi di berbagai daerah negara kita. Daerah dataran rendah lebih berisiko terkena banjir dibandingkan dengan dataran tinggi. Masyarakat perlu mengetahui letak dan kondisi tempat tinggalnya. 

Dengan demikian, mereka akan sadar dan dapat mengantisipasi terjadinya banjir. Banjir adalah peristiwa tergenangnya air dalam jangka waktu tertentu pada wilayah yang mulanya tidak tergenang air. 

Penyebab bencana ini yaitu curah hujan lebat yang berlangsung lama sehingga menyebabkan danau, sungai, atau drainase meluap karena melebihi daya tampungnya. Selain itu, banjir juga diakibatkan oleh perilaku manusia. 

Contohnya yaitu hutan yang gundul, hunian dan bangunan di bantaran sungai, alih fungsi lahan, pembuangan sampah sembarangan, dan kurangnya daerah resapan air (BNPB, 2017). Beberapa contoh peristiwa banjir di negara kita yaitu: 

  1. Banjir Jakarta pada 1 Januari 2020 yang melanda Tangerang, Bogor, Depok, DKI Jakarta, dan Bekasi yang diakibatkan gegabahnya pengelolaan di daerah hulu sehingga membuat limpahan air yang dahsyat; 
  2. Banjir bandang disertai longsor di Sentani, Jayapura tanggal 16 – 17 Maret 2019 yang terjadi karena intensitas hujan tinggi dan gundulnya pegunungan Cycloops; 
  3. Banjir Kalimantan Selatan yang terjadi pada 9 – 29 Januari 2021 akibat anomali cuaca dan curah hujan dengan intensitas tinggi sehingga memicu luapan air sungai.

f. Kekeringan 

Datangnya musim kemarau mengisyaratkan negara kita akan terlanda bencana kekeringan. Dalam dekade terakhir, kekeringan berlangsung di berbagai tempat di Indonesia. Akibatnya jutaan hektar area pertanian di Jawa maupun luar Jawa terancam gagal panen. 

Selain itu, berbagai spesies tumbuhan banyak yang mati akibat bencana ini. Keadaan kelangkaan air dari sumber hujan pada periode tertentu, satu atau lebih musim penghujan, yang menyebabkan kekurangan air di berbagai kegiatan, lingkungan, atau masyarakat tertentu disebut bencana kekeringan (UNISDR, 2019). 

Bencana alam ini terjadi secara perlahan, berlangsung lama hingga musim hujan tiba, berdampak sangat luas, serta bersifat lintas sektor (sosial, ekonomi, kesehatan, dan lain-lain). 

Di Indonesia kekeringan dikenal dengan sebutan kemarau yang ditandai dengan mengeringnya sungai, danau, waduk, dan hilangnya keanekaragaman hayati (Hermon, 2018). 

Beberapa bencana kekeringan di Indonesia antara lain, pada bulan Agustus 2020 ratusan hektar lahan pertanian di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat mengalami kekeringan yang menyebabkan petani terancam gagal panen. Bencana serupa terjadi di Aceh Utara pada Maret 2021 lalu.

Sekitar 90-an hektare lahan sawah di Desa Paya Beunot, Kecamatan Banda Baro, Aceh Utara dilanda kekeringan. Petani terancam gagal panen akibat musim kemarau.

g. Kebakaran Hutan dan Lahan 

Ketika musim kemarau berlangsung di negara kita, beberapa potensi yang dapat terjadi selain kekeringan dan kekurangan air bersih, ialah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Dampak kebakaran ini mengakibatkan penyakit pernapasan pada manusia dan kematian berbagai flora fauna di negara kita. 

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) adalah kondisi hutan dan lahan yang rusak dikarenakan api yang melanda kawasan tersebut sehingga berdampak merugikan di berbagai sektor. Suatu wilayah akan sangat rentan terjadi karhutla jika didukung adanya fenomena alam El Nino yang membuat curah hujan berkurang dan terjadi peningkatan suhu panas disertai angin (Zatul, 2021).

Contoh kebakaran hutan di Indonesia terjadi pada tanggal 1 Januari 2019, kebakaran hutan melanda provinsi Riau. Kebakaran terjadi dalam tempo 8 bulan sampai 31 Oktober 2019, dan ditetapkan status siaga darurat. 

Hingga bulan September 2019 luas lahan yang terbakar di seluruh Riau sejumlah 6.425,39 hektare. Salah satu penyebab kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau adalah aktivitas masyarakat dalam mengolah lahan pertanian atau perkebunan dengan menggunakan metode tebas bakar (slash and burn). 

h. Angin Puting Beliung 

Angin puting beliung umumnya terjadi saat musim pancaroba. Penyebutan angin puting beliung berbeda-beda di setiap daerah, misalnya orang Jawa menyebutnya Angin Puyuh, sedangkan di Sumatra menyebutnya Angin Bahorok. 

Terdapat istilah lain di negara Amerika Serikat, yaitu tornado. Bencana angin puting beliung ini sulit diprediksi kapan akan terjadi. Intensitas fenomena hidrometeorologis yang meningkat pada musim pancaroba (peralihan) mengakibatkan bencana puting beliung. 

Angin ini merupakan bagian proses pertumbuhan dari awan cumulonimbus yang muncul akibat intensifnya pemanasan. 

Ancaman fenomena skala lokal ini sulit diprediksi (BNPB, 2017). Beberapa peristiwa puting beliung yang pernah terjadi di Indonesia yaitu puting beliung di Desa Panguragan, Cirebon pada 30 Desember 2018. 

Selanjutnya pada 2 Januari 2021, tepatnya di Desa Selangit, Kecamatan Klangenan. Kabupaten Lampung Timur (Provinsi Lampung) pada 7 September 2021 juga dilanda bencana ini yang mengakibatkan rumah warga rusak ringan hingga berat.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Jenis - Jenis Bencana Alam"

close