Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Paradigma Komunikasi

Pengertian Paradigma Komunikasi

Komunikasi yang multi makna dan multi definisi telah menyuguhkan cara pandang (frame) yang beragam pula, terutama dalam mengkopseptualisasaikan komunikasi sebagai suatu disiplin ilmu yang bersifat eklektif (menggabungkan beberapa disiplin). 

Sifat eklektif ini telah dilukiskan oleh Wilburn Scramm sebagai jalan simpang yang paling ramai dengan segala disiplin yang melintasinya. Sejak semula para pakar acapkali mengkaji komunikasi manusia dengan menggunakan konsep, teori dan model ilmu fisika, psikologi dan sosiologi, sejarah, bahasa, dan sebagainya.

Tidak mengherankan bila hingga saat ini masih banyak kalangan luar yang meragukan komunikasi sebagai disiplin ilmu sendiri. Bahkan, beberapa kalangan psikolog atau sosiolog yang masih merasa komunikasi manusia sebagai bagian dari disiplinnya. 

Kurang dipahami bahwa kajian komunikasi merupakan bagian dari rumpun ilmu social yang lebih dulu ada, sehingga sangat bersifat eklektif. Dalam perkembangannya, sebagai suatu bidang kajian yang eklektif, pengaruh disiplin lain terhadap ilmu komunikasi, terutama ilmu fisika, psikologi dan sosiologi besar dan sangat terasa. 

Hal ini sekaligus telah melahirkan berbagai pendekatan dan wawasan yang saling berbeda. Baik dalam merumuskan definisi komunikasi, penelitian atau pengkajian empirik. Perbedaan-perbedaan itu pada akhirnya menumbuhkan dua hal yang sangat penting sebagai suatu fakta. 

Yaitu lahirnya fraksi-fraksi di kalangan ilmuwan komunikasi dan berbagai paradigma atau perspektif dalam kajian komunikasi manusia. 

Tak dapat disangkal bahwa para pakar ilmu komunikasi bukanlah kelompok yang bersatu pandangan dan wawasan mengenai konseptualisasi komunikasi sebagai suatu disiplin ilmiyah. Artinya para pakar menghargai adanya perbedaan wawasan dan perbedaan paradigma satu dengan lainnya. 

Para pakar komunikasi merupakan kelompok yang mempunyai ikatan yang sangat “longgar”, dan di dalamnya terdapat fraksi-fraksi dengan paradigma yang beragam. Itulah sebabnya Feyerabend menyebut komunikasi sebagai ilmu yang ditandai oleh paradigma yang multiperspektif. 

Multi paradigma seperti ini, tidak hanya berlaku di disiplin komunikasi, karena hampir seluruh disiplin dalam ilmu sosial, berparadigma ganda. Hal ini bukanlah sebuah masalah tersendiri, tetapi sebaliknya, merupakan kekuatan ilmu sosial yang membedakannya dengan ilmu alam. 

Istilah paradigma berasal dari Thomas Kuhn (1970, 1974) yang di gunakan tidak kurang dari 21 cara yang berbeda. 

Namun Robert Fredrichs (1970) berhasil merumuskan paradigma itu secara jelas sebagai suatu pandanagn mendasar dari suatu disiplin ilmu teantang apa yang menjadi pokok persoalan (subyek matter) yang semestinya dipelajari. 

Kuhn melihat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukanlah terjadi secara kumulatif, tetapi terjadi secara revolutif. Dalam masa tertentu ilmu sosial didominasi oleh suatu paradigma. Kemudian terjadi pergantian dari paradigma lama yang memudar pada paradigma baru. 

Dalam hal ini, paradigma baru bukanlah kelanjutan dari paradigma lama. Sosiologi misalnya, dalam perkembangannya memiliki tiga paradigma yang berbeda satu dengan yang lain, yaitu paradigma (1) fakta sosial, (2) definisi sosial dan (3) perilaku sosial.

Ditempat berbeda Guba menjelaskan paradigma sebagai “…a set of basic belief (or metaphysic) that diels with ultimits or first principle …a world view that defines, for its holder, at the nature of the world.  Oleh karena itu paradigma berperan vital dalam melihat setiap kajian atau penelitian. Sebab hal ini berkaitan dengan aspek filosofis dalam melihat kompleksitas fenomena. 

Dilihat dari beberapa paradigma yang selama ini berkembang AS. Hikam menjelaskan perjalanan paradigma dibagi menjadi tiga bagian; pertama, Paradigma Positivisme-empiris oleh beberapa orang dipandang sebagai jembatan antara manusia dengan obyek diluar dirinya. 

Salah satu ciri dari paradigma ini adalah pemisahan antara pemikiran dengan realitas. Kedua adalah paradigma Konstruktivisme. Paradigma ini banyak dipengaruhi oleh pandangan fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme yang memisahkan subyek dan obyek bahasa. 

Dalam beberapa pandangan, paradigma ini tidak hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas obyektif belaka, dan yang dipisahkan dari subyek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subyek sebagi faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. 

Ketiga adalah Paradigma Kritis. Paradigma ini hanya sebatas memenuhi kekurangan yang ada dalam paradigma konstruktivisme yang dipadang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna. Seperti ditulis AS. 

Hikam paradigma Konstruktivisme masih belum menganalisa faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana yang pada gilirannya berperan sebagai pembentuk jenisjenis subyek tertentu berikut perilaku-perilakunya. 

Paradigma ini bersumber pada pemikiran Frankfurt School, yang berusaha mengkritisi pandangan konstruktivis. Ia bersumber dari gagasan Marx dan Hegel jauh sebelum sekolah Frankfurt berdiri.
Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Pengertian Paradigma Komunikasi"

close