Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tata Hukum Masa Indische Staatsregeling (1926–1942)

Tata Hukum Masa Indische Staatsregeling (1926–1942)

Pada tanggal 23 Juni 1925 Regerings Reglement tersebut diubah menjadi Indische Staatsregeling (IS) atau peraturan ketatanegaraan Indonesia yang termuat dalam Staatsblad 1925 Nomor 415 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926. 

Pada masa berlakunya IS tata hukum yang berlaku di Hindia Belanda adalah pertama-tama yang tertulis dan yang tidak tertulis (hukum adat) dan sifatnya masih pluralistis khususnya hukum perdata. 

Hal ini tampak pada ketentuan Pasal 131 IS yang juga menjelaskan bahwa pemerintah Hindia Belanda membuka kemungkinan adanya usaha untuk unifikasi hukum bagi ketiga golongan penduduk Hindia Belanda, yaitu Eropa, Timur Asing, dan Pribumi yang ditetapkan dalam Pasal 163 IS. 

Tujuan pembagian golongan penduduk sebenarnya adalah untuk menentukan sistem-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan, yaitu sebagai berikut. 

1. Golongan Eropa sebagaimana tercantum dalam Pasal 131 IS adalah hukum perdata, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK) yang diundangkan berlakunya tanggal 1 Mei 1848, dengan asas konkordansi. 

Adapun hukum pidana materiil, yaitu Wetboek van Strafrecht (WvS) yang diundangkan berlakunya tanggal 1 Januari 1918 melalui Staatsblad 1915 Nomor 732, dan hukum acara yang dilaksanakan dalam proses pengadilan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura diatur dalam Reglement op de Burgerlijke Rechts Vordering untuk proses perdata, dan Reglement op de Straf Vordering untuk proses perkara pidana, yang keduanya mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. 

Adapun susunan peradilan yang dipergunakan untuk golongan Eropa di Jawa dan Madura adalah 
  • Residentte Gerecht; 
  • Raad van Justitie; 
  • Hooggerechtshof
Adapun acara peradilan di luar Jawa dan Madura diatur dalam Rechtsreglement Buitengewesten (RBg) berdasarkan Staatsblad 1927 Nomor 227 untuk daerah hukumnya masing-masing. 

2. Bagi golongan Pribumi (Bumiputra)

  • Hukum perdata adat dalam bentuk tidak tertulis tetapi dengan adanya Pasal 131 ayat (6) IS kedudukan berlakunya hukum perdata adat itu tidak mutlak, dan dapat diganti dengan ordonansi jika dikehendaki oleh pemerintah Hindia Belanda. 

Keadaan demikian telah dibuktikan dengan dikeluarkannya berbagai ordonansi yang diberlakukan untuk semua golongan, yaitu: 
    1. Staatsblad 1933 nomor 48 jo. Staatsblad 1939 Nomor 2 tentang peraturan pembukuan kapal; 
    2. Staatsblad 1933 Nomor 108 tentang peraturan umum untuk perhimpunan koperasi; 
    3. Staatsblad 1938 Nomor 523 tentang ordonansi orang yang meminjamkan uang; 
    4. Staatsblad 1938 Nomor 524 tentang ordonansi riba. 
Adapun hukum yang berlaku bagi golongan pribumi, yaitu: 
    1. Staatsblad 1927 Nomor 91 tentang koperasi pribumi; 
    2. Staatsblad 1931 Nomor 53 tentang pengangkatan wali di Jawa dan Madura; 
    3. Staatsblad 1933 Nomor 74 tentang perkawinan orang Kristen di Jawa, Minahasa, dan Ambon; 
    4. Staatsblad 1933 Nomor 75 tentang pencatatan jiwa bagi orang Indonesia di Jawa, Madura, Minahasa, Amboina, Saparua, dan Banda; 
    5. Staatsblad 1939 Nomor 569 tentang Maskapai Andil; 
    6. Staatsblad 1939 Nomor 570 tentang Perhimpunan Pribumi. Semua Staatsblad di atas adalah ordonansi yang berkaitan dengan bidang hukum perdata.
  • Hukum pidana materiil yang berlaku bagi golongan pribumi, adalah: 
    • Hukum pidana materiil, yaitu Wetboek van Strafrecht sejak tahun 1918 berdasarkan Staatsblad 1915 Nomor 723. 
    • Hukum acara perdata untuk daerah Jawa dan Madura, adalah Inlandsch Reglement (IR) dan hukum acara pidana bagi mereka diatur dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR) berdasarkan Staatsblad 1941 Nomor 44 tanggal 21 Februari 1941. HIR ini berlaku di landraad Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Susunan peradilan bagi pribumi di Jawa dan Madura adalah: 
      • District Gerecht, di daerah pemerintahan distrik (kewedanaan); 
      • Regentschaps Gerecht, di daerah Kabupaten yang diselenggarakan oleh Bupati, dan sebagai Pengadilan banding; 
      • Lanraad, terdapat di kota Kabupaten dan beberapa kota lainnya yang diperlukan adanya peradilan ini, dan mengadili perkara banding yang diajukan atas putusan Regentschaps Gerecht. 
Bagi daerah-daerah di luar Jawa dan Madura, susunan organisasi peradilannya untuk golongan pribumi diatur dalam Rechtsreglement Buitengewesten (RBg), dan lembaga peradilannya adalah: 
    • Negorijrecht bank, terdapat pada desa (nagari) di Ambon; 
    • Districts Gerecht, terdapat di tiap kewedanaan dari keresidenan Bangka, Belitung, Manado, Sumatra Barat, Tapanuli, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur; 
    • Magistraats Gerecht, menangani keputusan Districts Gerecht di Belitung dan Manado, sedangkan untuk Ambon menangani keputusan Negorijrecht bank.
    • Landgerecht, kedudukan dan tugasnya sama dengan landraad di Jawa, tetapi untuk daerah landraad Nias, Bengkulu, Majene, Palopo, Pare-Pare, Manokwari, dan Fak-Fak, jabatan ketua dapat diserahkan kepada pegawai pemerintah Belanda, karena kekurangan sarjana hukum. 
  • Bagi golongan Timur Asing, berlakulah: 
    • Hukum perdata, hukum pidana adat mereka menurut ketentuan Pasal 11 AB, berdasarkan Staatsblad 1855 Nomor 79 (untuk semua golongan Timur Asing); 
    • Hukum perdata golongan Eropa (BW) hanya bagi golongan Timur Asing Cina untuk wilayah Hindia Belanda melalui Staatsblad 1924 Nomor 557. Untuk daerah Kalimantan Barat berlakunya BW tanggal 1 September 1925 melalui Staatsblad 1925 Nomor 92. 
    • WvS yang berlaku sejak 1 Januari 1918 untuk hukum pidana materiil. 
    • Hukum acara yang berlaku bagi golongan Eropa dan hukum acara yang berlaku bagi golongan Pribumi, karena dalam praktik kedua hukum acara tersebut digunakan untuk peradilan bagi golongan Timur Asing. 
Dalam penyelenggaraan peradilan, di samping susunan peradilan yang telah disebutkan di atas juga melaksanakan peradilan lain, yaitu: 
  1. Pengadilan Swapraja; 
  2. Pengadilan Agama; 
  3. Pengadilan Militer. 
Berdasarkan Pasal 163 jo. Pasal 131 IS, maka golongan penduduk dan sistem hukumnya dapat dilihat pada Gambar 1.3 berikut.
Tata Hukum Masa Indische Staatsregeling (1926–1942)
Penggolongan penduduk dan sistem hukumnya


Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Tata Hukum Masa Indische Staatsregeling (1926–1942)"

close