Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Defenisi, Sifat dan Unsur Negara

Defenisi, Sifat dan Unsur Negara

Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. 

Manusia hidup dalam suasana kerja sama, sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan. Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuantujuan dari kehidupan bersama itu. 

Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri. Dengan demikian negara dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya ke arah tujuan bersama. 

Dalam rangka ini boleh dikatakan bahwa negara mempunyai dua tugas: Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi antagonis yang membahayakan; Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. 

Negara menentukan bagaimana kegiatan-kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasional. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum dan dengan perantaraan pemerintah beserta segala alat perlengkapannya. 

Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, maka dari itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan diri dalam rangka ini. 

1. Deinisi Mengenai Negara 

Di bawah ini disajikan beberapa rumusan mengenai negara. 

  1. Roger H. Soltau: “Negara adalah agen (agency) atau kewewenangan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these (common) afairs on behalf of and in the name of the community).” Harold J. Laski: “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih berkuasa daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat. 
  2. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk memenuhi terkabulnya keinginankeinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat (The state is a society which is integrated by possesing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of the society. A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Such a society is a state when the way of live to which both individuals and associations must conform is deined by a coercive authority binding upon them all).”
  3. Max Weber: “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan isik secara sah dalam sesuatu wilayah (The state is a human society that (succesfully) claims the monopoli of the legitimate use of physical force within a given territory).”
  4. Robert M. Maclver: “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (The state is an association which, acting through law as pormulgated by a government endowed to this end with ceorcive power, maintains whitin a community territorially demarcated the universal external conditions of social order).”

Jadi, sebagai deinisi umum dapat dikatakan bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis terhadap kekuasaan yang sah.

2. Sifat-Sifat Negara 

Negara mempunyai sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya. Umumnya dianggap bahwa setiap negara mempunyai sifat memaksa, sifat monopoli, dan sikap mencakup semua.

a. Sifat memaksa. 

Agar peraturan perundang-undangan ditaati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan isik secara legal. 

Sarana untuk itu adalah polisi, tentara, dan sebagainya. Organisasi dan asosiasi yang lain dari negara juga mempunyai aturan, akan tetapi aturan-aturan yang dikeluarkan oleh negara lebih mengikat. 

Di dalam masyarakat yang bersifat homogen dan ada konsensus nasional yang kuat mengenai tujuan-tujuan bersama, biasanya sifat paksaan ini tidak begitu menonjol; akan tetapi di negara-negara baru yang kebanyakan belum homogen dan konsensus nasionalnya kurang kuat, sering kali sifat paksaan ini akan lebih tampak. 

Dalam hal demikian di negara demokratis tetap disadari bahwa paksaan hendaknya dipakai seminimal mungkin dan sedapat-dapatnya dipakai persuasi (meyakinkan). Lagi pula pemakaian paksaan secara ketat, selain memerlukan organisasi yang ketat, juga memerlukan biaya yang tinggi. Unsur paksa dapat dilihat misalnya pada ketentuan tentang pajak. 

Setiap warga negara harus membayar pajak dan orang yang menghindari kewajiban ini dapat dikenakan denda, atau disita miliknya, atau di beberapa negara malahan dapat dikenakan hukuman kurungan. 

b. Sifat monopoli. 

Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat. 

c. Sifat mencakup 

semua (all­encompassing, all­embracing). Semua peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak) berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar ruang lingkup aktivitas negara, maka usaha negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal. Lagi pula, menjadi warga negara tidak berdasarkan kemauan sendiri (involuntary membership) dan hal ini berbeda dengan asosiasi lain di mana keanggotaan bersifat sukarela. 

3. Unsur-Unsur Negara 

Negara terdiri atas beberapa unsur yang dapat diperinci sebagai berikut: 

a. Wilayah. 

Setiap negara menduduki tempat tertentu di muka bumi dan mempunyai perbatasan tertentu. Kekuasaan negara mencakup seluruh wilayah, tidak hanya tanah, tetapi juga laut di sekelilingnya dan angkasa di atasnya. 

Karena kemajuan teknologi dewasa ini masalah wilayah lebih rumit daripada di masa lampau. Sebagai contoh, jika pada masa lampau laut sejauh 3 mil dari pantai (sesuai dengan jarak tembak meriam) dianggap sebagai perairan teritorial yang dikuasai sepenuhnya oleh negara itu, maka peluru-peluru missile sekarang membuat jarak 3 mil tidak ada artinya.

Oleh karena itu, beberapa negara (termasuk Indonesia) mengusulkan agar perairan teritorial diperlebar menjadi 12 mil. 

Di samping itu kemajuan teknologi yang memungkinkan penambangan minyak serta mineral lain di lepas pantai, atau yang dinamakan landas benua (continental self) telah mendorong sejumlah besar negara untuk menuntut penguasaan atas wilayah yang lebih luas. 

Wilayah ini diusulkan selebar 200 mil sebagai economic zone agar juga mencakup hak menangkap ikan dan kegiatan ekonomis lainnya. Dalam mempelajari wilayah suatu negara perlu diperhatikan beberapa variabel, antara lain besar kecilnya suatu negara. 

Menurut hukum internasional, berdasarkan prinsip the sovereign equality of nations, semua negara sama martabatnya. Tetapi dalam kenyataan negara kecil sering mengalami kesukaran untuk mempertahankan kedaulatannya, apalagi kalau tetangganya negara besar. 

Sebagai contoh adalah beberapa negara Amerika Latin yang berdekatan dengan Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa Timur yang berdekatan dengan Uni Soviet. Jadi, negaranegara kecil selalu berkepentingan untuk memelihara hubungan baik dengan tetangganya, agar kemerdekaannya tetap dihormati. 

Contoh: Swiss tetap merdeka selama dua Perang Dunia. Negara kecil lain misalnya Monako dan Singapura. Di lain pihak, negara yang luas wilayahnya menghadapi bermacam macam masalah, apalagi kalau mencakup berbagai suku bangsa, ras, dan agama. 

Juga faktor geograis, seperti iklim dan sumber alam merupakan variabel yang perlu diperhitungkan. Juga perbatasan merupakan permasalahan; misalnya apakah perbatasan merupakan perbatasan alamiah (laut, sungai, gunung), apakah negara itu tidak mempunyai hubungan dengan laut sama sekali (land­locked), atau apakah negara itu merupakan benua atau nusantara. 

Indonesia dewasa ini memelopori gagasan ‘Wawasan Nusantara’, bahwa semua perairan antara pulau-pulau beserta selat dan muara sungai dianggap perairan pedalaman (internal waters), di mana kedaulatan Indonesia berlaku sepenuhnya. Gagasan ini sedang diperjuangkan dalam forum internasional. 

b. Penduduk. 

Setiap negara mempunyai penduduk, dan kekuasaan negara menjangkau semua penduduk di dalam wilayahnya. Dalam mempelajari soal penduduk ini, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat pembangunan, tingkat kecerdasan, homogenitas, dan masalah nasionalisme. 

Dalam hubungan antara dua negara yang kira-kira sama tingkat industrinya, negara yang sedikit penduduknya sering lebih lemah kedudukannya daripada negara yang banyak penduduknya. (Prancis terhadap Jerman dalam Perang Dunia II). 

Sebaliknya, negara yang padat penduduknya (India, China) menghadapi persoalan bagaimana menyediakan fasilitas yang cukup sehingga rakyatnya dapat hidup secara layak. Di masa lampau ada negara yang mempunyai kecenderungan untuk memperluas negaranya melalui ekspansi. 

Dewasa ini cara yang dianggap lebih layak adalah meningkatkan produksi atau menyelenggarakan program keluarga berencana untuk membatasi pertambahan penduduk. Dalam memecahkan persoalan semacam ini faktor-faktor seperti tinggi-rendahnya tingkat pendidikan, kebudayaan, dan teknologi dengan sendirinya memainkan peranan yang penting. 

Penduduk dalam suatu negara biasanya menunjukkan beberapa ciri khas yang membedakan dari bangsa lain. Perbedaan ini nampak misalnya dalam kebudayaannya, nilai-nilai politiknya, atau identitas nasionalnya. 

Kesamaan dalam sejarah perkembangannya (misalnya selama lebih dari tiga ratus tahun menjadi tanah jajahan), kesamaan bahasa, kesamaan kebudayaan, kesamaan suku bangsa, dan kesamaan agama merupakan faktor-faktor yang mendorong ke arah terbentuknya persatuan nasional dan identitas nasional yang kuat. 

Akan tetapi perlu dicatat bahwa setiap faktor tersebut di atas juga tidak menutup kemungkinan untuk berkembangnya persatuan yang kokoh. Misalnya saja Swiss mempunyai empat bahasa, India malahan mempunyai enam belas bahasa resmi, meskipun demikian kedua negara sampai sekarang masih tetap dapat menjaga persatuan penduduknya. 

Belgia mempunyai dua bahasa dan dua agama, akan tetapi sampai sekarang berhasil mempertahankan persatuannya. Sebaliknya, Inggris dan Amerika Serikat mempunyai bahasa yang sama, akan tetapi merupakan dua bangsa dan negara yang terpisah. 

Begitu pula Pakistan, yang didirikan dengan alasan untuk mempersatukan semua daerah India yang mempunyai mayoritas penduduk yang beragama Islam, akhirnya tahun 1971 terpecah menjadi dua. Hal ini menunjukkan bahwa kesamaan agama pada dirinya tidak menjamin terpeliharanya persatuan bangsa. 

Indonesia merupakan contoh di mana bermacam-macam suku bangsa dengan adat istiadat dan agama yang berbeda-beda dapat tetap bersatu. Dari uraian di atas nyatalah bahwa faktor-faktor tadi pada dirinya tidak menjamin persatuan bangsa, akan tetapi dapat menunjang pemeliharaan persatuan. 

Dalam kenyataannya dasar dari suatu negara terutama bersifat psikologis, yang dinamakan nasionalisme. 

Nasionalisme merupakan suatu perasaan subyektif pada sekelompok manusia bahwa mereka merupakan satu bangsa dan bahwa cita-cita serta aspirasi mereka bersama hanya dapat tercapai jika mereka tergabung dalam satu negara atau nation. 

Dalam hubungan ini patut disebut ucapan seorang ilsuf Prancis Ernest Renan: ”Pemersatu bangsa bukanlah kesamaan bahasa atau suku bangsa, akan tetapi tercapainya hasil gemilang di masa lampau dan keinginan untuk mencapainya lagi di masa depan.” 

c. Pemerintah. 

Setiap negara mempunyai organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk di dalam wilayahnya. Keputusankeputusan ini antara lain berbentuk undang-undang dan peraturan peraturan lain. 

Dalam hal ini pemerintah bertindak atas nama negara dan menyelenggarakan kekuasaan dari negara. Bermacammacam kebijaksanaan ke arah tercapainya tujuan-tujuan masyarakat dilaksanakannya sambil menertibkan hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat. 

Negara mencakup semua penduduk, sedangkan pemerintah hanya mencakup sebagian kecil daripadanya. Pemerintah sering berubah, sedangkan negara terus bertahan (kecuali kalau dicaplok oleh negara lain). Kekuasaan pemerintah biasanya dibagi atas kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 

d. Kedaulatan. 

Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi ini untuk memaksa semua penduduknya agar menaati undang-undang serta peraturan-peraturannya (kedaulatan ke dalam internal sovereignty). 

Di samping itu negara mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan-serangan dari negara lain dan mempertahankan kedaulatan ke luar (external sovereignty). Untuk itu negara menuntut loyalitas yang mutlak dari warga negaranya. 

Kedaulatan merupakan suatu konsep yuridis, dan konsep kedaulatan ini tidak selalu sama dengan komposisi dan letak dari kekuasaan politik. 

Kedaulatan yang bersifat mutlak sebenarnya tidak ada, sebab pemimpin kenegaraan (raja atau diktator) selalu terpengaruh oleh tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang membatasi penyelenggaraan kekuasaan secara mutlak. 

Apalagi kalau menghadapi masalah dalam hubungan internasional; perjanjian-perjanjian internasional pada dasarnya membatasi kedaulatan sesuatu negara. Kedaulatan umumnya tidak dapat dibagi-bagi, tetapi di dalam negara federal sebenarnya kekuasaan dibagi antara negara dan negara-negara bagian.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Defenisi, Sifat dan Unsur Negara"

close