Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERAN DAN FUNGSI POLITIK HUKUM

PERAN DAN FUNGSI POLITIK HUKUM

Peran dan fungsi hukum sangat dipengaruhi dan acap kali diintervensi oleh kekuatan politik. Mahfud (2000) menjelaskan bahwa konfigurasi politik berkembang melalui tarik-menarik antara yang demokratis dan otoritarian, sedangkan karakter produk hukum mengikutinya dalam tarik-menarik antara yang responsif dan yang konservatif. 

Adanya konstelasi bahwa otonomi hukum di Indonesia cenderung selalu lemah terutama jika ia berhadapan dengan sub sistem politik. Tegasnya, konsentrasi energi hukum selalu kalah kuat dari konsentrasi energi politik. 

Konstelasi ini dapat dilihat dari fakta bahwa pelaksanaan fungsi dan penegakan hukum tidaklah berjalan seiring dengan perkembangan strukturnya. 

Dikatakan demikian jika program pembentukan hukum dijadikan ukuran maka pembangunan struktur hukum telah berjalan dengan cukup baik dan stabil, karena dari waktu ke waktu ada peningkatan produktivitas, tetapi pada sisi lain dapat dilihat juga bahwa fungsi hukum cenderung merosot karena minimal 2 (dua) hal. 

Pertama, struktur hukum dapat berkembang dalam segala konfigurasi politik yang ditandai dengan keberhasilan pembuatan peraturan perundangundangan berbagai bidang hukum tetapi pelaksanaan fungsi atau penegakan fungsi hukum cenderung semakin lemah. 

Kedua, ketidaksinkronan pertumbuhan antara fungsi dan struktur hukum itu disebabkan oleh terjadinya gangguan oleh tindakan-tindakan politik terhadap upaya penegakan fungsi hukum. 

Dalam setiap pembentukan undang-undang, maka otomatis ada tujuan efektif yang hendak dicapai negara dalam pembentukan undang-undang tersebut. 

Oleh karenanya, semua materi muatan pasal dan/atau ayat dalam sebuah undang-undang haruslah memenuhi kerangka logis konstitusional guna pencapaian tujuan undang-undang tersebut. 

Tidak bisa negara hanya sekedar menyandarkan mekanisme yang hanya berlandaskan doktrin tertentu misalnya semata doktrin kewenangan delegasi mandat atau atribusi dengan menjembatani doktrin desentralisasi padahal doktrin tersebut tidak dapat menjadi dasar efektivitas pencapaian tujuan daripada undang-undang tersebut, terlebih jikalau kemudian hanya sekedar bersandar pada legal policy yang ternyata tanpa sadar mendestruksi kewenangan konstitusional pemegang kekuasaan negara yang bersusah payah dipilih melalui pemilihan secara langsung seperti presiden. 

Ketidaktepatan mendasarkan doktrin pembentukan undang-undang dalam salah satu materi muatan ayat atau pasal dalam undang-undang bisa mengakibatkan kekeliruan pijakan akan materi muatan ayat dalam konstitusi. 

Kekeliruan ini secara linier bisa berimplikasi kehadiran materi muatan ayat atau pasal dalam undang-undang justru melanggar atau menentang konstitusi itu sendiri yang mendestruksi prinsipprinsip konstitusional pemegang kekuasaan menurut konstitusi. 

Politik hukum sebagai sarana penguasa dalam mengatur berbagai hal termasuk menciptakan kondisi di mana posisi hukum menjadi dominan menguasai aspek-aspek lain termasuk mengondisikan jalannya pemerintahan yang bersih mendorong terjadinya pembangunan yang baik sesuai tujuan negara. 

Hukum yang mulanya dianggap produk politik, pada kenyataannya dapat menjelma sebagai sebuah kekuatan yang menimbulkan perbaikan sistem pemerintahan ke arah yang lebih baik. 

Sesuai kerangka demokrasi dan perkembangan global dewasa ini, negara kesatuan seperti Indonesia mendorong pembangunan yang baik tidak melulu segala urusan diatur dan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, akan tetapi juga menjadi wewenang satuan-satuan pemerintahan di tingkat lokal seiring pelembagaan desentralisasi yang semakin kuat. 

Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan dan menegakkan hak asasi manusia setiap warga negara melalui penciptaan suasana yang aman, tentram, tertib, damai, dan sejahtera, baik lahir maupun batin sebagai wujud hak setiap orang atas perlindungan agama, diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, maupun harta benda. 

Keanekaragaman, suku, agama, ras, dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk yang kurang-lebih 240 juta jiwa, lebih dari 500 etnis, dan 17.500 pulau. 

Pada satu sisi merupakan satu kekayaan bangsa yang secara langsung atau tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat, namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila dinilai masih terdapat kondisi ketimpangan pembangunan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial ekonomi, kemiskinan, serta dinamika kehidupan politik yang tidak terkendali. 

Dalam suatu negara kesatuan, pemerintahan dapat dijalankan dengan cara sentralisasi maupun desentralisasi. 

Desentralisasi menjadi salah satu hal pokok dalam Negara demokrasi, karena hanya melalui desentralisasi itulah rakyat memperoleh kesempatan yang semakin luas untuk turut serta dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya di setiap tingkatan daerah masing-masing. 

Dengan adanya desentralisasi tersebut, keragaman daerah juga mendapatkan pengakuan termasuk untuk menentukan sikap yang terkait dengan konflik, atau keadaan darurat, atau konflik di daerah itu sendiri. 

Selain itu, melalui desentralisasi akan memperpendek jarak antara pemerintah yang dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menangani konflik sosial itu sendiri. 

Desentralisasi dari sisi ketatanegaraan adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada daerahdaerah sehingga salah satu aspek yang penting di dalamnya adalah hubungan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah desentralisasi menjadi salah satu hal pokok dalam negara demokrasi karena hanya melalui desentralisasi itulah rakyat memperoleh kesempatan yang semakin luas untuk turut serta dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya di setiap tingkatan daerah masing-masing. 

Dengan adanya desentralisasi tersebut keragaman daerah juga mendapatkan pengakuan. Selain itu, melalui desentralisasi akan memperpendek jarak antara organisasi pemerintahan dengan rakyat sehingga pelayanan publik yang menjadi tugas pemerintahan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. 

Kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah sebagai bentuk pelaksanaan asas desentralisasi tersebut menciptakan daerah-daerah otonom. 

Dengan demikian, substansi otonomi daerah adalah kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah otonom sebagai wujud asas desentralisasi dalam lingkup negara kesatuan. 

Secara hukum, UUD 1945 sejak awal telah menegaskan dianutnya prinsip otonomi daerah dalam penyelenggaan pemerintahan. 

Hal itu tercermin dalam amanat pasal 18 UUD 1945 praamandemen yang mengatur mengenai pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahan yang ditetapkan dengan undangundang. 

Di dalam penjelasan pasal tersebut dikemukakan adanya daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeens-chappen) dan pada daerah-daerah tersebut akan diadakan badan perwakilan sehingga pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. 

Prinsip ini juga kemudian dipertahankan di dalam UUD 1945 pascaamandemen, dengan menegaskan sejumlah prinsip-prinsip baru dalam rangka melaksanakan otonomi daerah dan asas desentralisasi. 

Salah satu konsekuensi dianutnya sistem desentralisasi yang menyerahkan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah adalah perlunya pengaturan hubungan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah sehingga otonomi daerah di satu sisi dapat dijalankan, dan di sisi lain prinsip negara kesatuan tidak dilanggar. 

Kewenangan pemerintah merupakan dasar utama bagi setiap tindakan dan perbuatan hukum dari setiap tingkatan pemerintahan. 

Dengan adanya dasar kewenangan yang sah, maka setiap tindakkan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap tingkatan pemerintahan dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang sah. 

Sebaliknya, apabila tanpa ada dasar kewenangan, maka setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap tingkatan pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakkan dan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat juga dikatakan sebagai pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik. 

Secara umum, kewenangan pemerintahan dapat diperoleh melalui atribusi, delegasi, dan mandat, serta tugas pembantuan (medebewind). Cara memperoleh kewenangan tersebut juga menggambarkan adanya perbedaan yang hakiki antara berbagai level pemerintahan yang ada di suatu negara. 

Selain itu, pelaksanaan delegasi membuktikan adanya level pemerintahan yang lebih tinggi (delegator) dan level pemerintahan yang lebih rendah (delegans). 

Secara khusus, kewenangan pemerintahan juga berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawab di antara berbagai level pemerintahan yang ada. 

Dengan adanya pembagian atribusi, distribusi, delegasi, dan mandat dapat digambarkan bagaimana berbagai tingkatan pemerintahan tersebut mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang berbeda antara satu level pemerintahan dengan level pemerintahan lainnya. 

Meskipun UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah masih memaknai desentralisasi sebagai penyerahan wewenang, tetapi sesungguhnya hanyalah penyerahan urusan. 

Lebih jauh, urusan yang diserahkan kepada daerah itu diberikan rambu-rambu yang tidak mudah untuk dikelola daerah dengan leluasa sebagai urusan rumah tangga sendiri. UU pemerintahan daerah juga menegaskan kembali kedudukan daerah otonom sebagai bagian integral dari negara kesatuan. 

Kondisi pengaturan tidak berubah dengan ditetapkan regulasi terbaru pemerintahan daerah, yaitu UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan paerah.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "PERAN DAN FUNGSI POLITIK HUKUM"

close