Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Etno Linguistik : Mengkaji Keragaman Bahasa dan Budaya

Etno Linguistik Mengkaji Keragaman Bahasa dan Budaya

Etnolinguistik merupakan penggabungan dari pendekatan etnologi (antropologi budaya) dengan pendekatan linguistik atau bahasa, dalam mengkaji kebudayaan masyarakat berdasarkan bahasa dan penggunaan bahasa. 

Etnologi adalah ilmu yang menjelaskan kesamaan dan perbedaan diantara kebudayaan-kebudayaan kelompok-kelompok etnis di dunia. Sedangkan, etnologi bahasa secara sederhana dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari bahasa dalam kaitannya untuk memahami budaya kelompok etnis. 

Etnologi bahasa atau etnolinguistik adalah ilmu yang mengkaji mengenai hubungan ragam pemakaian bahasa dengan pola kebudayaan dalam kelompok masyarakat tertentu atau ilmu yang berusaha untuk mencari hubungan antara bahasa, penggunaan bahasa, dan kebudayaan.

Etnolinguistik sering disebut juga dengan istilah antropologi linguistik (Duranti, 1997). Istilah etnolinguistik lebih banyak digunakan oleh para antropolog di Eropa, sedangkan istilah antropologi linguistik lebih banyak digunakan oleh antropolog di Amerika Serikat. 

Kajian antropologi linguistik sendiri cenderung berfokus mengenai bahasa sebagai suatu sumber budaya dan tuturan sebagai kebiasaan dan praktek budaya (Sugianto, 2017). Kajian etnologi linguistik atau antropologi linguistik seringkali dikaitkan dengan studi linguistik dan sosiolinguistik. 

Meskipun ketiganya berkaitan dengan studi kebahasaan sebagai bagian dari kebudayaan dan kelompok tertentu, namun masing-masing studi memiliki fokus kajian yang berbeda. 

Sosiolinguistik lebih berfokus pada kajian keragaman bahasa dan pemakaiannya dengan keragaman penuturnya, ilmu linguistik lebih memfokuskan perhatian pada prinsip-prinsip universal yang melandasi semua bahasa, sedangkan antropolinguistik atau etnolinguistik lebih memfokuskan kajian pada pola-pola komunikasi perilaku berbahasa dengan budaya dari penutur bahasa bersangkutan (Sugianto, 2017). 

Etnolinguistik memandang bahwa bahasa dan dunia sosial saling membentuk sampai pada tingkat tertentu. Etnologi linguistik menganggap bahasa sebagai titik masuk untuk mempelajari keterkaitan antara budaya, bahasa, dan perbedaan sosial. 

Tujuan etnolinguistik untuk memahami berbagai variasi aspek bahasa sebagai seperangkat praktik budaya (cultural practices), yang merupakan sebuah sistem komunikasi (Mahadi, 2012). 

Etnolinguistik sebagai bagian dari linguistik dan etnografi (antropologi budaya) mempelajari komunikasi dan interaksi bahasa dengan budaya spiritual dan kesadaran masyarakat, adat istiadat, dan pemahaman dunia mereka (Vorobyov, Zakirova, Anyushenkova, Digtyar, & Reva, 2020). 

Kelahiran etnologi linguistik ini berkaitan erat dengan hipotesis Sapir dan Whorf (Ahimsa-Putra, 2001) mengenai relativitas bahasa (linguistic relativism). Hipotesis relativitas bahasa ini berfokus pada hubungan antara bahasa dan pikiran. 

Cara setiap orang memandang dunia ditentukan seluruhnya atau sebagian oleh struktur bahasa ibu mereka sendiri. 

Konsep relativitas bahasa ini menyatakan bahwa bahasa-bahasa yang berbeda, baik dalam kosa kata maupun strukturnya, menempatkan, dan menyampaikan makna budaya yang berbeda pula (Mahadi, 2012). 

Relativitas bahasa memandang bahwa pandangan seseorang mengenai dunia dan budayanya, perlu dipahami melalui bahasa ibu orang tersebut, sehingga pemahaman akan bahasa menjadi penting untuk dilakukan untuk menggali struktur pandangan dunia seseorang. 

Melalui etnolinguistik, kebudayaan masyarakat, dan pengetahuan masyarakat akan dunianya dapat dipahami dengan mengkaji bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat. 

Melalui etnologi linguistik, antropolog dapat mengkaji struktur dan penggunaan bahasa untuk mengungkapkan makna budaya, pengetahuan, kepercayaan, dan pandangan penutur bahasa akan budayanya. 

Etnologi linguistik memudahkan peneliti dalam memahami keragaman budaya melalui pemahaman akan bahasa yang digunakan masyarakat. Sebagai contoh dalam mengkaji makna budaya yang terkandung dalam sistem penamaan anak di Bali dapat dilihat pada struktur bahasa yang terkandung pada nama masyarakat Bali. 

Misalnya pada nama seorang gadis Bali yang menjadi Korea Idol pertama dari Indonesia, yaitu Dita Karang dari Secret Number. Dita Karang memiliki nama asli Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang. Nama tersebut mencerminkan identitas dirinya sebagai bagian dari golongan sosial masyarakat tertentu. 

Dengan mengkaji struktur morfologis, yaitu dengan melihat kata sandang dari kata awal nama Dita, yaitu Anak Agung, dapat diketahui bahwa Dita berasal dari keluarga bangsawan Bali atau kasta ksatria. 

Kata sifat dapat dilihat pada kata ketiga dari unsur nama Dita, yaitu Ayu, yang merupakan kata sifat berarti cantik sekaligus menunjukkan jenis kelamin dari pemilik nama tersebut sebagai perempuan. 

Sedangkan, apabila ditinjau dari struktur semantik pada kata ketiga hingga kelima dari unsur nama Dita, yaitu Puspa (bunga), Aditya (matahari, pandai, bijaksana), Karang (koral, pohon, kediaman), menyiratkan makna pengharapan dari pemberi nama bagi Dita. 

Dengan demikian, nama Anak Agung Ayu Puspa Aditya Karang dapat diinterpretasikan maknanya sebagai ‘seorang anak gadis, berasal dari golongan ksatria atau bangsawan, yang kelak ketika besar diharapkan menjadi seseorang bagaikan pohon bunga yang pandai dan bijaksana.

Contoh lain misalnya, kalian mungkin sering menemukan bahkan menggunakan beberapa kata yang sering digunakan oleh remaja pada media sosial, seperti gercep atau gerak cepat, bucin atau budak cinta, hingga mager atau malas gerak. 

Etno Linguistik Mengkaji Keragaman Bahasa dan Budaya

Dewasa ini remaja sering menggunakan kata mager dalam percakapan di media sosial, seperti kalimat yang dicuitkan oleh seorang remaja di media sosial Twitter pada gambar 2.43., yaitu Bosen di rumah mulu, tapi giliran ada yang ngajak main malah suka mager. 

Kalimat tersebut dapat diartikan bahwa remaja tersebut ingin mengungkapkan kebosanannya karena hanya diam di rumah saja, namun ketika ada teman yang mengajaknya pergi bermain ke luar rumah, ia enggan atau tidak ingin pergi karena malas bergerak. 

Hal ini karena kata mager seringkali ditujukan pada orang yang tidak mau beraktivitas atau malas bergerak. Beberapa kalimat yang sering digunakan oleh remaja di media sosial salah satunya, Dodi bucin banget sama pacarnya, sampai lupa teman. 

Hal itu dapat diartikan bahwa seseorang bernama Dodi terlalu cinta terhadap kekasihnya sampai lupa dengan teman, atau lebih sering menghabiskan waktu dengan pacar bahkan mengabaikan temannya. Hal ini karena kata bucin singkatan dari budak cinta merujuk pada julukan yang diberikan terhadap seseorang yang selalu menuruti permintaan kekasihnya karena sedang kasmaran. 

Kalian juga dapat mencari kalimatkalimat lain yang sering digunakan oleh netizen di media sosial dan dapat menggali makna dibalik struktur bahasa yang ditampilkan. 

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Etno Linguistik : Mengkaji Keragaman Bahasa dan Budaya"

close