Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Komunikasi

Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Komunikasi

Perkembangan manusia semakin pesat dan kompleks, di mana manusia satu dengan yang lainnya saling membutuhkan interaksi sosial antara sesamanya, mereka mempunyai saling kepentingan, baik individu maupun kelompok, saling mengungkapkan ide, pikiran, saran, usul bahkan perintah kepada sesamanya. 

Fenomena sosial yang demikian ini belum ada yang menelaah dan belum ada ilmunya untuk menelaahnya sampai sekitar tahun 500 SM. Pada abat 5 SM untuk pertama kali dikenal suatu ilmu yang mengkaji proses pernyataan antara manusia sebagai fenomena sosial. 

Ilmu yang yang dinamakan dalam bahasa Yunani Rhetorike yang dikembangkan di Yunani Purba, pada abat berikutnya berkembang di Romawi dengan sebutan “Rhetorika” 1 Yunani adalah negara pertama yang mengembangkan retorika yang dipelopori oleh Georgias (480-370 SM) yang dianggap sebagai guru retorika pertama dalam sejarah manusia yang mempelajari dan menelaah proses pernyatan antar manusia. 

Pakar retorika lainnya yaitu Isocrates dan Plato, keduanya dipengaruhi oleh Georgias dan Socrates. Puncak peranan rhetorika sebagai ilmu pernyataan antar manusia di tandai oleh munculnya Demos Thenes dan Aristoteles. 

Di Romawi, retorika dikembangkan oleh Marcus Tulius Cicero (106- 43) yang termashur dengan bukunya de oratore dan mengembangkan retorika menjadi ilmu. 

Walaupun pada zaman Romawi sudah mulai berkembang proses pernyataan melalui media, tetapi belum dapat dinilai sebagai ilmu, karena merupakan fenomena atau gejala, ini terjadi ketika Gaius Julius Caisar (100-44 SM), kaisar Romawi yang termasyhur mengeluarkan peraturan agar kegiatan-kegiatan senat setiap hari diumumkan pada masyarakat dengan cara ditempel pada tempat pengumuman yang dinamakan dengan Acta Diurna, kegiatan inilah yang merupakan cikal bakal dari kegiatan jurnalistik. 

Fenomena yang sudah nampak pada Acta Diurna ternyata tidak berkembang karena disebabkan oleh kekaisaran Romawi mengalami masa suram. 

Baru pada tahun 1609 muncul di Jerman surat kabar pertama dalam sejarah dengan nama Avisa Relation Order Zeitung disusul oleh Weekly News yang di terbitkan di Inggris pada tahun 1622. 

Sebagai hasil telaah para cendikiawan tehadap perkembangan dan pengaruh surat kabar itu munculah di Inggris Science of The Press, di Perancis ada Science de La Presse, di Nederland Dagbladwetenschab dan di Jerman Zeitung Swissenchaft, yang kesemuanya berarti “ilmu persuratkabaran” ini terjadi pada abad 29. 

Di Jerman Bapak Zeitung Swissenchaft atau Publizistik adalah Prof. Dr. Karl Bucher (1847-1930) yang tidak asing lagi bagi yang mempelajari dasar-dasar ilmu ekonomi. 

Prof. Dr. Bucher juga yang pertama kali mengajarkan ilmu mengenai persuratkabaran pada tingkat Universitas, yakni di Universitas Bazel Swiss tahun 1884 yang di kuliakannya sejarah pers, organisasi pers dan statistik pers. Kemudian di Universitas Leipzig (Jerman) sesudah tahun 1882.

Kehadiran pengetahan persuratkabaran di Universitas tersebut semakin banyak menarik perhatian ilmuan, pakar sosiologi, misalnya Max Weber telah mengusulkan dalam Kongres Sosiologi (1910) agar Sosiologi Pers dimasukan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping Sosiologi Organisasi, Weber pun telah meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pres sebagai studi akademik. 

Sepuluh tahun kemudian pakar sosiologi yang lain Ferdinant Tonnis (1885-1936) mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakat masa. 

Dalam hubungan antara pers dengan pendapat umum itulah kemudian yang menaikan gengsi surat kabar menjadi ilmu dengan lahirnya Zeitung Swissenschaft (ilmu surat kabar) dalam tahun 1925. 

Dengan demikian persuratkabaran tidak lagi dipandang sebagai keterampilahn belaka (Zeitungskonde ), malainkan tumbuh sebagai suatu disiplin ilmu, sebagaimana disiplin ilmu yang lain. 

Jika retorika sebagai ilmu pertama mengenai pernyataan antar manusia yang berkembang di Yunani dan Romawi dan menuju ke Jerman menjadi Publizistikwissenschaft yang di singkat Publisistik, maka arah yang menuju Amerika Serikat dinamakan Comunicatioan Science atau Ilmu Komunikasi. 

Sebagaimana dalam publisistik yang pada awalnya adalah ilmu persuratkabaran, ilmu komunikasi-pun berasal dari persuratkabaran yakni Journalism atau Jurnalistik atau jurnalisme yaitu suatu pengetahuan tentang seluk beluk pemberitaan. 

Josep Pulitzer pada tahun 1903 mengusulkan adanya School Of Journalism bagi wartawan dan calon wartawan. Ide ini dapat sambutan positif dari Charter Eliot dan Nicholas Murray Butter, masing-masing Rektor Harvard University dan Colombia University, oleh yang disiarkan surat kabar itu tidak hanya informasi dari liputan wartawan, maka berkembanglah penyiaran pernyataan manusia tersebut menjadi media komunikasi massa atau komunikasi massa. 

Yang termasuk dalam lingkup “media masa” adalah surat kabar, radio, televisi dan film, memiliki ciri-ciri khas yang tidak di miliki oleh media komunikasi lain seperti poster, pamflet, surat, telepon dan lain-lain. 

Dalam perkembangan berikutnya, istilah komunikasi masa dianggap tidak tepat lagi, karena tidak lagi merupakan proses yang total. 

Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson, Hazel Gaudet, Elihu Katz, Robert Merton, Frank Stanton, Wilbur Schramm, Everet M . Rogers, dan para pakar lainnya mengadakan penelitian yang menunjukkan bahwa fenomena sosial akibat terpaan media masa bukan hanya merupakan satu tahap saja. 

Melainkan banyak tahap yang dapat menentukan peran-peran media massa. Dalam proses komunikasi secara total, komunikasi melalui media hanya merupakan satu demensi saja, ada dimensi-dimensi lain yang menjadi obyek studi suatu ilmu, dan ilmu mempelajari dan menelitinya, bukan “Ilmu Komunikasi Massa” melainkan “Ilmu Komunikasi” yang lebih luas dan menelaah komunikasi massa, kelompok, individu dan lain-lain. 

Pada tahun 1960 Carl L Hovland dalam karyanya Social Communication memunculkan istilah Science of Communication, banyak ilmuwan yang mengkritik keberadaan komunikasi sebagai ilmu, tetapi tidak di perdulikan oleh pakar ilmu komunikasi. 

Pada tahun 1967 terbit buku The Communicative Arts of Siences of Speech yang di tulis oleh Keith Brooks yang memaparkan tentang ilmu komunikasi secara luas. 

Joseph A. Devito mengemukakan istilah Communicology untuk ilmu komunikasi dalam bukunya Communicology ; An Introduction to the study of Communication. Ilmu komunikasi dianggap benar-benar teruji sebagai suatu ilmu adalah dengan terbitnya buku “ Message Effects in Communication Science” pada tahun 1989 dengan Jemes J. Bradac sebagai editor. 

Indikasi sebuah ilmu adalah memiliki sifat open ended yaitu selalu terbuka untuk dikritik dan selalu menemukan hal baru untuk berkembang. Penemuan dan perkembangan ilmu tersebut hanya didapat melalui penelitian.

Penelitian dilakukan secara kontinyu untuk menemukan sesuatu yang baru dari ilmu tersebut. Ilmu komunikasi mengalami hal serupa dengan perkembangan awalnya sampai sekarang. Secara singkat kronologi kajian ilmu komunikasi adalah sebagai berikut :

1. Masa Awal Pertumbuhan 

Masa ini ditandai dengan bangkitnya kajian ilmu komunikasi di Eropa dan Amerika. Di Eropa kajian ilmu komunikasi ditandai dengan pendekatan yang holistik dalam ilmu komunikasi, batas-batas metodologi tidak tegas, dan pendekatan efek tidak menarik perhatian. 

Artinya di Eropa kajian ilmu komunikasi lebih bersifat humanis. Sedangkan di Amerika kajian komunikasi lebih cenderung ke arah perkembangan yang bersifat mekanistik dengan kecenderungan kajian media massa (baca ; komunikasi massa). 

Dengan demikian kajian ilmu komunikasi antara di Eropa dengan di Amerika memiliki sejumlah perbedaan. 

Di Amerika, ahli komunikasi cenderung mengkaji fenomena komunikasi dengan pendekatan kuantitatif dan mencoba untuk menentukan obyektivitas sehingga metode penelitian kuantitatif menjadi standar selama bertahun-tahun. 

Sementara itu ahli komunikasi di Eropa banyak dipengaruhi oleh sejarah, budaya, dan minat mengkritisi yang dibentuk oleh tradisi Marxis. Metode penelitiannya juga lebih cenderung ke arah yang lebih kualitatif. 

Oleh karena itu, dua kutub keilmuan ini selama bertahun-tahun mengalami pertentangan dan saling mempengaruhi antar paradigma dalam melihat kajian komunikasi. Pada akhirnya, di Eropa juga mulai menggunakan pendekatan kuantitatif dalam mengkaji komunikasi, dan begitu juga di Amerika sudah mulai mengkaji komunikasi secara kritis. 

2. Abad 20 

Lahirnya ilmu komunikasi, baik di Eropa dan di Amerika bahkan di seluruh dunia adalah hasil perkembangan dari publisistik dan ilmu komunikasi massa. Hal ini di mulai saat terjadi pertemuan antara tradisi Eropa yang mengembangkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang mengembangkan ilmu komunikasi massa. 

Kedua kutub keilmuan komunikasi ini sekarang menyatu untuk saling mengembangkan kajian kritis dan mekanistik. Pada akhirnya kajian komunikasi ini akan selalu update di sepanjang masa melalui kajian-kajian atau penelitian komunikasi. 

W. Bornett Peace menggambarkan komunikasi sebagai sebuah penemuan revolusioner, yang sebagian besar disebabkan meningkatnya teknologi komunikasi (seperti, radio, televise, telepon, satelit, jaringan computer) yang sejalan dengan meningkatnya industrialisasi, bisnis besar, politik global. 

Ilmu komunikasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, apalagi ditopang dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi. Dalam prakteknya ilmu komunikasi mampu memberikan sesuatu yang baru dan sangat menarik, khususnya bagi human relations. 

Dalam dunia pendidikan, penerapan ilmu komunikasi melalui komunikasi intrapersonal dan interpersonal dalam proses pembelajaran akan berpengaruh pada percepatan kemajuan murid. Analisis komunikasi ini dilakukan berdasarkan biologi komunikasi. 

Dalam prakteknya, pijakan biologi komunikasi memberi dan mendorong semangat berinovasi dalam penjelasan tentang cara perolehan, proses pengolahan, dan pola pendistribusian pesan secara intrapersonal.

Di samping itu ada perkembangan revolusioner terkait dengan kemajuan teknologi komunikasi yaitu radio, surat kabar, televisi, dan internet. Media-media massa berada dalam tatanan budaya dan komunikasi yang menghubungkannya dengan realitas berkembangnya alam demokrasi dalam pengelolaan negara. 

Revolusi komunikasi memasuki babak fenomena baru4 yaitu perubahan sosial secara mendadak sekaligus sebuah realitas yang diadaptasi oleh masyarakat massa pada abad ke 20 dengan mendasarkan kehidupannya pada media massa (surat kabar, radio, televisi, dan internet). 

Abad ke 20 dalam sejarah intelektual Amerika Serikat, komunikasi digambarkan secara mencolok dan menjadi perhatian perhatian bagi propaganda dan opini public, serta peran media dalam hal komersial, pemasaran dan periklanan. 

Ilmu Komunikasi berawal dari dekade 40-an ketika Amerika menghadapi propaganda dalam rangka menghadapi peperangan. 

Beberapa prakondisi ketika itu adalah adanya ancaman Nazi dalam memperluas kekuasaannya, kebutuhan untuk mendapat dukungan rakyat dalam rangka menghadapi perang dunia kedua, dan kebutuhan mempelajari propaganda lawan seperti Jerman. 

Maka dalam konteks inilah kajian komunikasi dirintis. Kemudian setelah masa perang, tradisi ini kemudian dilanjutkan bagi kepentingan dunia komersial. Sejumlah ilmuwan yang dikumpulkan pemerintah dalam hal ini departemen pertahanan berkumpul dalam rangka kepentingan menghadapi peperangan. 

Beberapa figur tersebut, yang kemudian dilembagakan Scramm menjadi ilmu komunikasi, seperti Paul F. Lasarfeld, Hovland, Lasswell, Berelson, Shannon, Scramm, dan sebagainya. Setelah PD II, kajian komunikasi yang muncul dalam konteks perhatian yang besar terhadap propaganda dilanjutkan bagi kepentingan dunia industri.

Generasi yang melahirkan Ilmu Komunikasi ini yang kelak dikenal sebagai kelompok administratif riset cenderung mengembangkan komunikasi sebagai fenomena transmisi, yakni pengiriman informasi. Tidak heran pula, kajian komunikasi dominan sebagai kajian komunikasi massa. 

Dalam konteks inilah kita mengenal sejumlah model komunikasi seperti Shannon, Lasswell, Scramm, SMCR dan sebagainya. Demikian pula penelitian komunikasi identik dengan kajian tentang media. 

Seperti Content Analysis, Uses & Gratification, Agenda Setting, Cultivation Analysis, survey dampak media, dan sebagainya. Model penelitian ini sudah familiar dalam kajian komunikasi. Namun sekali lagi menunjukkan dominannya kajian komunikasi massa. 

Dewasa ini kita memerlukan untuk memahami tentang pentingnya memperhatikan kajian komunikasi yang lebih komprehensif. Bahwa komunikasi massa hanyalah salah satu bidang kajian dalam Ilmu Komunikasi. 

Padahal disebutkan bahwa awal abad 20 kajian lebih banyak tentang fenomena retorika. Sementara tahun 70-an mulai muncul kajian tentang komunikasi antar personal. Littlejohn menjelaskan, ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan komunikasi menjadi Ilmu Komunikasi. 

Pertama, adanya perkembangan teknologi komunikasi seperti radio, televisi, telepon, satelit, dan jaringan komputer yang disertai munculnya industrialisasi, bisnis-bisnis besar dan politik global yang menyebabkan komunikasi mulai dianggap penting dan mulai mendapat perhatian. 

Kedua, adanya ketertarikan terhadap komunikasi sebagai suatu subjek studi karenadipromosikan oleh filsafat progressivisme dan pragmatisme yang merangsang munculnya hasrat bagi kemajuan kehidupan masyarakat melalui meluasnya perubahan sosial. 

Ketiga, adanya beberapa perkembangan yang mengarahkan munculnyaketertarikan pada komunikasi secara akademik yaitu pengaruh politik dari pesan publik yang memicu kesadaran untuk melakukan riset atas propaganda dan opini publik serta adanya perkembangan ilmu sosial yaitu ketika sosiologi dan psikologi sosial menjadi pemimpin dalam mempelajari komunikasi. 

Kebanyakan riset sosiologi pada tahun 1930-an ingin mengetahui cara-cara komunikasi mempegaruhi individu dan masyarakat sedangkan dalam psikologi sosial banyak dilakukan riset untuk mengetahui efek menonton film bagi anak-anak, propaganda dan persuasi, serta dinamika kelompok. 

Keempat, adanya dominasi dari kepentingan komersial yang kuat yang membuat orang tertarik untuk memperlajari komunikasi agar bisa diterapkan dalam bisnis yaitu untuk tujuan-tujuan pemasaran atau periklanan. 

Kelima, pasca Perang Dunia II, ilmu sosial telah menjadi ilmu yang secara penuh terlegitimasi dan muncul ketertarikan yang kuat dan tetap pada proses-proses sosial dan psikologikal. Komunikasi menjadi studi yang cukup penting (Littlejohn, 2009: 3-4). 

Terakhir, diluar yang dijelaskan Littlejohn kita bisa menambahkan adanya kepentingan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II. 

Pemerintah Amerika Serikat kala itu menghadapi kendalakendala seperti bagaimana meyakinkan rakyat agar mau ikut perang, mengubah gaya hidup perdamaian menjadi gaya hidup perperangan. 

Kendala-kendala ini membuat pemerintah Amerika Serikat memobilisir para pakar untuk melakukan penelitian mengenai komunikasi demi mendapatkan solusi atas kendala-kendala itu dan memenghasilkan sati organisasi yang bernama Offiice of War Information atau OWI. 

Termasuk didalamnya adalah para pemikir Mahzab Frankfurt yang melarikan diri dari Jerman ke Amerika Serikat. Awalnya mata kuliah yang berhubungan dengan komunikasi terdapat pada banyak jurusan: ilmu pengetahuan, seni, matematika, sastra, biologi, bisnis dan ilmu politik. 

Komunikasi sebagai profesi menjadi suatu seni tersendiri yang dapat digunakan secara praktis. Pada akhirnya komunikasi praktis ini melahirkan profesi komunikasi, seperti halnya profesi lainnya kedokteran, pengacara, akuntan publik, insinyur dan sebagainya.

Komunikasi sebagai ilmu maupun profesi keberadaannya semakin dibutuhkan masyarakat, bahkan mulai sejajar dengan profesi lainnya yang terlebih dahulu telah mapan dan telah lama di akui masyarakat.

Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Komunikasi"

close