Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

POLITIK IDENTITAS BERBASIS AGAMA

POLITIK IDENTITAS BERBASIS AGAMA

Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan sebuah kekuatan yang patut dibanggakan dan dijadikan sebagai modal untuk kemajuan bersama. Pulau terluas dan terbesar, sistem keagamaan yang majemuk, etnisitas yang beragam, menjadi sebuah fenomena sosial yang begitu khas kita miliki. 

Namun, kemajemukan yang menjadi identitas kita sebagai bangsa Indonesia menjadi terancam oleh politik identitas yang bisa menghancurkan integritas kehidupan bergama yang telah lama dipertahankan. 

Dalam dunia politik di Indonesia, identitas dijadikan sebagai alat untuk mempertegas kekuatan politik sekaligus digunakan sebagai alat atau cara untuk menjatuhkan dan menjelek-jelekkan lawan politik tertentu. 

Politik identitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara membentuk dominasi arus besar untuk sebuah kepentingan kelompok yang akan memeras dan menyingkirkan kelompok lawan atau kelompok minoritas. Politik identitas yang terlihat tersebut bermuatan identitas agama, etnisitas dan ideologi politik tertentu. 

Politik identitas agama adalah yang paling menonjol di Indonesia. Pemahaman atas ajaran agama yang bersifat dogmatis menghadirkan eksklusivisme dalam kelompok mayoritas yang kemudian tumbuh sebagai akar-akar konflik sosial yang menghasilkan intoleransi dan permusuhan dalam permainan politik negara ini. 

Sikap intoleransi kemudian bertumbuh dan berkembang menjadi realitas konflik yang tak kunjung usai sebagai bentuk pernyataan tidak langsung atas eksistensi kelompok. Pernyataan eksistensi ini ditunjukkan secara semu oleh umat agama mayoritas melalui sikap sentimen identitas dan tindakan kelompok terhadap umat atau kelompok agama lain. 

Penolakan umat Islam terhadap kehadiran kegiatan kebaktian agama Kristen misalnya, menjadi fenomena sosial yang tidak jarang ditemui. Pembatasan terhadap teritorial yang tidak boleh dipercampurkan menjadi sangat tegas ditunjukkan untuk menekankan kekuatan mayoritas umat Islam. 

Umat agama lain tidak diperbolehkan melakukan kegiatan keagamaannya di wilayah yang mereka klaim sebagai wilayah mereka. Kondisi seperti ini kemudian diperkeruh oleh dinamika politik kita yang cenderung menggunakan isu-isu agama untuk mempertahankan kekuasaan politik dan cenderung menimbulkan konflik-konflik sosial keagamaan.

A. Sebuah Pengantar; Kemajemukan sebagai Pertanda Dinamika Identitas 

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang terluas di muka bumi. Jumlah pulaunya lebih dari 17.000, etnisitas, sub-kultur, dan bahasa lokalnya yang berjumlah ratusan. Bahkan, sebagai contoh di Papua tidak kurang 252 suku dengan bahasa khasnya. 

Dari keberagaman budaya (pluralisme) saja, Indonesia bisa bertahan. Oleh karena itu, politik identitas yang muncul ke permukaan sejarah modern Indonesia hendaknya ditangani secara bijak melalui nalar historis yang cerdas dan benar. 

Saat proklamasi digaungkan, jumlah penduduk Indonesia sekitar 70 juta, sementara sekarang ini sudah bertambah secara fantastis menjadi tiga kali lipat menjadi 235 juta Menurut (Maarif, 2012). Di Indonesia, politik identitas sangat kental dengan nuansa etnisitas, agama, ideologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang diwarnai oleh para aktor seperti elit. 

Bukti nyata yang dapat dilihat dari peristiwa sejarah atas nuansa politik identitas ini adalah kegelisahan-kegelisahan yang muncul dalam bentuk gerakan sosial seperti Gerakan DI (Darul Islam), GPM (Gerakan Papua Merdeka), GAM (Gerakan Aceh Merdeka), dan masih banyak lainnya. 

Beberapa gerakan ini menunjukkan keanti-annya terhadap demokrasi, pluralisme, dan nasionalisme terutama yang secara jelas dapat dlihat dalam gerakan-gerakan sosial keagamaan yang dipengaruhi oleh gerakan Islamis. 

Gerakan-gerakan ini menggambarkan bagaimana dinamika identitas keagamaan yang sangat ingin ditonjolkan oleh masing-masing kelompok untuk menyatakan identitas agamanya. Agama adalah bagian dari identitas yang seringkali menjadi alat utama dalam menjalankan politik identitas. 

Sebagaimana ditegaskan oleh Huntington, bahwa identitas-identitas primordial memang menjadi faktor utama dalam gesekan-gesekan antarperadaban. Di indonesia, sebuah negara yang menempatkan urusan agama sebagai bagian dari urusan negara, agama seringkali menjadi sumber kekuatan dalam melakukan tekanan-tekanan terhadap kelompok berbeda (Ibrahim, 2013:39-40, 48). 

Penting untuk diingat sebagai suatu keniscayaan bahwa perbedaan merupakan sesuatu yang melekat pada masyarakat seperti bangsa Indonesia ini. 

Kesatuan dan ketunggalan tidak dapat dijadikan sebagai hal yang mutlak, bahwa perbedaan menjadi pemersatu identitas-identitas yang begitu beragam sehingga tidak ada masyarakat tanpa pluralitas, tidak terkecuali dalam ranah agama dengan kelompok mayoritas dan minoritasnya. 

B. Identitas Politik dan Politik Identitas dalam Bingkai Agama 

Acuan Literatur politik maupun sosiologi, mengkategorisasikan identitas dalam dua kategori, yakni: identitas sosial (agama, kelas, ras, etnis, gender, dan seksualitas) dan identitas politik (nasionalitas dan kewarganegaraan-citizenship). 

Identitas sosial menentukan posisi individu di dalam relasi atau interaksi sosialnya, sedangkan identitas politik menentukan posisi individu di dalam suatu komunitas melalui suatu rasa kepemilikan (sense of belonging) dan sekaligus menandai posisi subjek yang lain di dalam suatu pembedaan (sense of otherness). 

Dikarenakan identitas juga menyakut apa-apa saja yang membuat sekelompok orang menjadi berbeda dengan yang lainnya, maka konstruksi identitas berkaitan erat dengan konstruksi mengenai “perbedaan” (difference). 

Identitas politik (political identity) secara konseptual berbeda dengan “politik identitas” (politics of identity); identitas politik merupakan konstruksi yang menentukan posisi kepentingan subjek di dalam ikatan suatu komunitas politik, sedangkan pengertian politik identitas mengacu pada mekanisme politik pengorganisasian identitas (baik identitas politik maupun identitas sosial) sebagai sumberdaya dan sarana politik. 

Menurut Cressida Heyes (dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2007) politik identitas adalah tindakan politis untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, jender, atau keagamaan. 

Menguatnya Politik identitas ini dapat kita lihat contoh-contohnya di banyak daerah, yaitu adanya gerakan-gerakan serba kedaerahan, keagamaan, kesukuan, sampai gerakan cara berpakaian yang melambangkan kedaerahan dan keagamaan tertentu. 

Sebuah gerakan yang berlandaskan identitas dapat disebut sebagai politik identitas, tetapi dalam pengertian teori sosial dan politik, politik identitas memiliki makna yang lebih spesifik ketimbang pengertian yang luas. 

Cressida Heyes memberi definisi politik identitas yang sangat jelas. Menurutnya politik identitas adalah aktivitas politik dalam arti luas yang secara teoritik menemukan pengalaman-pengalaman ketidakadilan yang dirasakan kelompok tertentu dalam situasi sosial tertentu. 

Politik identitas lebih mengarah pada gerakan dari ‘kaum yang terpinggirkan’ dalam kondisi sosial, politik, dan kurtural tertentu dalam masyarakat. Dalam perjuangan politik, penggunaan identitas memberi hasil positif yang berpengaruh secara signifikan. Identitas adalah konsep kunci dalam arena politik. Secara teoritik, identitas memiliki definisi yang cukup dalam. 

Pemaknaan bahwa politik identitas sebagai sumber dan sarana politik dalam pertarungan perebutan kekuasaan politik sangat dimungkinkan dan kian mengemuka dalam praktek politik sehari-hari, karena itu para ilmuwan yang bergelut dalam wacana politik identitas berusaha sekuat mungkin untuk mencoba menafsirkan kembali dalam logika yang sangat sederhana dan lebih operasional. 

Misalnya saja Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai gerakan politik yang fokus perhatinnya adalah perbedaan sebagai suatu kategori politik yang utama. 

Sedangkan Donald L Morowitz (1998) dalam Haboddin (2012), pakar politik dari Univeritas Duke, mendefinisikan; politik identitas adalah memberian garis yang tegas untuk menentukan siapa yang akan disertakan dan siapa yang akan ditolak. 

Karena garis-garis penentuan tersebut tampak tidak dapat dirubah, maka status sebagai anggota bukan anggota dengan serta merta tampak bersifat permanen. Baik Agnes Heller maupun Donald L Morowitz memperlihatkan sebuah benang merah yang sama yakni politik identitas dimaknai sebagai politik berbedaan. 

Konsep ini juga mewarnai hasil Simposium Asosiasi Politik Internasional di selenggarakan di Wina pada 1994. Dalam perjuangan politik, menurut Widiashih (2013) bahwa penggunaan identitas memberi hasil positif yang berpengaruh secara signifikan sebab identitas adalah konsep kunci dalam arena politik. 

Secara teoritik, identitas memiliki definisi yang cukup dalam. Dalam kondisi perkembangan politik identitas agama di Indonesia, perjuangan tidak hanya dimunculkan oleh kelompok agama minoritas, tetapi oleh kelompok mayoritas yang pada saat Orde Baru mengalami represi besar- besaran. 

Sehingga era Reformasi dan demokrasi menjadi peluang untuk menyatakan eksistensi diri mereka. Data tabel dari hasil survei nasional yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta berikut menunjukkan bahwa sentiment terhadap umat agama lain dari umat Islam di Indonesia masih tinggi. 

Hal ini ditandai dengan tingginya angka penolakan terhadap pengadaan acara kebaktian dan pendirian rumah agama lain (terutama gereja) di sekitar. Ini bukan hanya menunjukkan sentiment identitas keagamaan, namun juga merupakan tindakan kelompok mayoritas yang secara halus melanggar hak kelompok agama minoritas untuk beragama sesuai dengan agama dan kepercayaan yang mereka anut. 

Menurut Rahayu (2009) penguatan-penguatan politik identitas yang tidak dilandasi semangat pluralisme dapat membuat konflik antar etnis dan budaya, konflik antar kelompok berbeda agama dan kepercayaan, bahkan banyak konflik dapat terjadi hanya karena tapal batas desa, kuburan maupun hanya karena tidak adanya toleransi dan pemahaman atas kebiasaan dan cara berpakaian pada etnis, suku maupun agama tertentu. 

Sementara itu, dalam studi-studi gerakan sosial bahwa terminologi politik identitas mengacu pada gerakan yang berusaha membela dan memperjuangkan kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang tertindas karena identitas yang dimilikinya. 

Hal ini timbul karena kepentingan kelompok dan individu didefenisikan menurut kategorikategori seperti ras, etnis, agama, dan gender serta orientasi seksual yang sulit bahkan tidak dapat dinyatakan dalam basis kelas dan negara. 

Politik identitas sangat berkaitan erat dengan usaha memperjuangkan hak-hak dan pengakuan terhadap keberadaan kelompok-kelompok minorititas. Pengakuan terhadap kelompok-kelompok minoritas dapat dilihat dalam berbagai gerakan berbasis politik identitas di Barat yang berbeda dengan konteks Indonesia. 

Misalnya seperti di Amerika Serikat, politik identitas dikaitkan dengan kepentingan anggota-anggota suatu kelompok sosial yang merasa didiskriminasi oleh kepentingan kelompok dominan arus besar dalam suatu bangsa atau negara. 

Perjuangan ini dilakukan oleh kelompok feminis yang menuntut kesetaraan gender, gerakan kulit hitam, dan kelompok identitas lainnya. Semua gerakan yang bergulir mengarah pada keinginan untuk memperoleh persamaan hak atas kelompok dominan atau mayoritas. 

Politik identitas adalah proses penyatuan berbagai identitas ke dalam self-concept dan self-image. Politik identitas adalah sebuah politik yang dibangun dari dalam sebagai sebuah gambaran stereotype lingkungan. 

Politik identitas dengan demikian memiliki dau hal penting, pertama bahwa demokrasi dan reformasi akan menghasilkan perkembangan atas nilai-nilai pluralisme hingga ke tingkat minoritas dan sebagai akibatnya kalangan minoritas yang selama ini termarginalkan kemudian mendapatkan perlakuan yang sama. Kedua, adalah pengakuan atas berbagai identitas tidak lagi dipandang sebagai alat dalam rangka nation building, melainkan akan merusak identitas nasional (Latif, 2007 dalam Ibrahim, 2013:2).
Bona Pasogit
Bona Pasogit Content Creator, Video Creator and Writer

Posting Komentar untuk "POLITIK IDENTITAS BERBASIS AGAMA"

close